Senin, 30 November 2015

Dua Tahun Tanpa Kehadiran Si Buah Hati

Pernikahan merupakan fitrah bagi setiap manusia. Manusia diciptakan Allah SWT untuk berpasang-pasangan. Setiap laki-laki membutuhkan wanita, dan begitupun sebaliknya, wanita membutuhkan laki-laki. Islam agama yang saya anut, telah menganjurkan umatnya untuk menikah, karena di dalamnya terkandung banyak hikmah. Oleh karena itu, saya menikah pada tanggal 6 Juli 2008. Setelah menikah, saya dan suami memutuskan tetap tinggal di Jakarta agar saya tidak terlalu jauh berangkat ke tempat kerja.

Hakikat dan tujuan pernikahan bagi saya, selain agar mendapatkan ketenangan dalam hidup berkeluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, juga ingin mendapatkan keturunan terbaik yang sholeh dan sholehah. Sehingga ketika meninggal nanti, ada anak yang sholeh dan sholehah mendo'akan saya dan suami tentunya. Tidak muluk-muluk rasanya keinginan ini, karena setiap orang saya yakin mempunyai keinginan tersebut.

Sebelum menikah, saya sering mendengar cerita dari beberapa teman yang sudah menikah bahwa setelah menikah kemudian dikaruniai buah hati atau anak itu indahnya luar biasa. Hidup semakin penuh warna. Saat si kecil masih bayi, tiba-tiba terbangun tengah malam karena si kecil buang air kecil atau besar, ganti popok dll. Lelah memang dirasakan tetapi hilang sudah saat lihat wajah lucu nan imut tanpa dosa. Begitupun saat si kecil tumbuh dan berkembang berusia setahunan ke atas. Celotehan, senyuman dan kelucuan si kecil mampu menghilangkan semua rasa cape dan lelah karena pekerjaan ataupun lainnya. Itu cerita dari beberapa teman yang sudah menikah.

Saat sudah menikah, seperti pasangan suami istri pada umumnya saya dan suamipun menginginkan segera dikaruniai momongan bahkan keinginan tersebut sungguh sangat menggebu-gebu. Berharap segera dapat momongan dalam usia pernikahan satu tahun, namun ternyata ALLAH SWT berkehendak lain. Pada saat usia pernikahan satu tahun, si buah hati belum kunjung datang.

Beberapa teman yang sudah menikah, ada juga yang belum dikaruniai momongan, dengan lama pernikahan bervariasi dari 4 hingga 10 tahun. Mereka bercerita banyak hal tentang perasaan sepi, selalu menunggu kehadiran si buah hati, dilanda kebosanan menghadapi berbagai pertanyaan apabila berkaitan dengan anak. Bahkan ada juga yang mudah tersinggung setiap kali ditanya soal anak.

Usia pernikahan memasuki satu tahun setengah, momongan pun tak kunjung datang. Apa yang teman-teman saya ceritakan mulai saya rasakan. Maksudnya cerita teman-teman yang sudah menikah lama tetapi belum juga dikasih momongan. Saat pulang kampung baik ke Bantul-Yogyakarta tempat suami, maupun ke Tasikmalaya kampung halaman saya tercinta, pertanyaan yang sama tentang anak selalu terlontar dari saudara maupun teman. Di kantorpun sama, pertanyaan yang sama selalu terlontar dari teman-teman, pastinya tentang anak. Saya tahu maksud mereka ingin memberi perhatian, tapi terkadang saya sensitif.

Pada bulan November 2009, suami memutuskan mengajak saya pindah ke Bogor, sehingga pulang pergi tiap hari Bogor - Jakarta. Menjelang usia pernikahan dua tahun, momongan pun tak kunjung datang. Dua tahun rasanya lama sekali, apa lagi mereka yang usia pernikahannya sudah memasuki 10 hingga 15 tahun, terbayang berasa sekali penantian mereka.

www.ernawatililys.com

Sabtu, 14 November 2015

Menjadi Penulis Impian yang Tertunda

 Saat saya duduk di bangku sekolah dasar (SD) entahlah lupa usia berapa dan kelas berapa tetapi waktu itu saya berkeinginan menjadi penulis. Keinginan tersebut muncul setelah saya sering membaca koran mingguan yang beredar di wilayah Tasikmalaya selatan tepatnya di Karangnunggal. Nama koran tersebut masih saya ingat yaitu GALURA dan GIWANGKARA. Sekarang kedua koran tersebut sudah tidak terbit lagi. Bagian yang saya suka dari kedua koran tersebut cerita pendek, cerita bersambung dan beberapa artikel.

 Setiap saya selesai membaca cerita pendek, cerita bersambung ataupun artikel pada kedua koran tersebut, selalu muncul keinginan kalau saya ingin menjadi penulis. Tetapi saya bingung memulainya dari mana dan harus bagaimana, sehingga ide-ide yang bergentayangan dan bertebaran di kepala tidak pernah tertuangkan. Perasaan takut salah, takut begini dan begitu selalu menghantui. Salahnya saya, tidak pernah terbuka sama guru bahasa Indonesia ataupun guru bahasa Sunda kalau saya berkeinginan menjadi penulis. Setidaknya kalau waktu itu saya terbuka sama guru bahasa lain cerita, mungkin dapat pengarahan dan pencerahan. Aih, tidak perlu menyesali semua sudah terjadi.

 Materi pelajaran bahasa yang sangat saya sukai adalah mengarang bebas dan puisi, baik itu pelajaran bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda. Nilainya pun lumayan bagus untuk mateti mengarang bebas dan puisi. Namun sayang, bakat saya tersebut ketika SD tidak dikembangkan sampai akhirnya saya lulus SD.

 Selepas lulus sekolah dasar, saya melanjutkan sekolah menengah pertama tetapi kegiatan tulis menulis belum juga saya realisasikan, walaupun cuma sekedar menulis catatan diary. Mungkin itu hal bodoh yang saya lakukan, mempunyai impian menjadi penulis tetapi tidak pernah mau mencoba untuk menulis. Akan tetapi satu hal yang tidak pernah saya lewatkan yaitu membaca. Dengan membaca, saya berharap dapat ilmu untuk menulis yang baik dan benar. Akhirnya saya lulus dari sekolah menengah pertama.

 Setelah lulus sekolah menengah pertama lanjut sekolah menengah atas, tidak ada perubahan signifikan terhadap perkembangan kegiatan tulis menulis saya. Begitupun ketika saya masuk kuliah di perguruan tinggi negeri di Bogor, saya tidak pernah menulis untuk menghasilkan karya ataupun catatan harian. Tak pernah sedikitpun saya meluangkan waktu untuk menuangkan ide-ide yang ada di kepala ke dalam bentuk tulisan. Hanya catatan kuliah saja yang mampu saya tulis hingga lulus kuliah.

 Setelah lulus kuliah kemudian kerja, rasanya selalu tak pernah ada waktu untuk menyempatkan menulis. Hari-hari hanya dilalui dengan rutinitas biasa sibuk dengan pekerjaan pergi pagi pulang sore ketika masih tinggal di Jakarta. Begitupun ketika pindah rumah ke Bogor, waktu semakin tersita karena pergi pagi pulang malam tanpa sedikitpun waktu untuk menulis. Sampai akhirnya pada bulan Juni 2010, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan.

 Pada bulan Juni 2010, setelah saya tidak bekerja lagi mulailah sedikit demi sedikit saya mulai menulis walaupun hanya menulis beberapa rencana kegiatan yang harus saya lakukan setiap hari. Kadang-kadang saya menulis lewat media sosial facebook hanya sekedar menceritakan apa yang diliat, dirasakan dan dipikirkan. Tetapi lumayan daripada sebelumnya yang tak pernah menulis sama sekali. Lama kelamaan muncul juga impian tertunda dan terpendam sejak kecil untuk menjadi penulis.

 Pada pagi hari ini Minggu tanggal 15 November 2015, walaupun dengan segala gangguan karena saya sebagai ibu dari dua anak yang masih kecil-kecil serta bahasa yang terbata-bata karena kehabisan kata-kata. Saya mulai mencoba memberanikan diri merangkai kata untuk menuangkan segala yang ada di kepala ke dalam bentuk tulisan. Entah benar atau tidak dari segi aturan penulisan apa yang saya tulis ini. Setidaknya saya sudah selangkah lebih maju mau menuliskan apa yang sedang dipikirkan dan merealisasikan impian yang tertunda dan terpendam sejak kecil yaitu menjadi penulis.

 Sama seperti alasan para penulis lainnya, mengapa saya menulis dan ingin menjadi penulis selain karena saya ingin mewujudkan impian masa kecil saya yang tertunda untuk menjadi penulis. Saya juga ingin meninggalkan jejak baik kepada anak-anak dan keturunan saya lewat tulisan, membagi ilmu apa yang saya ketahui kepada orang lain, memperkuat daya ingat dan mencegah kepikunan dini, berharap juga tulisan saya dapat menginspirasi yang lainnya sehingga menjadi ladang amal ibadah sebagai investasi di akhirat kelak dan masih banyak keinginan lain dari menulis.

 Dengan segala keterbatasan waktu yang ada karena harus mengurus rumah tangga dan lain-lain, mulai hari ini saya bertekad akan selalu melatih kemampuan saya dalam hal tulis menulis dengan belajar dan ikut Komunitas Menulis Online (KMO) bersama Coach Tendi Murti dan tim, membaca buku-buku best seller karangan penulis ternama, dll.


 Saya bersyukur bisa dipertemukan dengan Kang Tendi selaku pendiri KMO dan juga teman-teman lainnya yang sevisi dan semisi untuk meramaikan khasanah dunia penulisan baik di Indonesia maupun internasional. Pertemuan saya lewat dunia online dengan Kang Tendi dan tim KMO dapat merubah paradigma saya tentang penulisan dan saya semakin bersemangat serta bergairah untuk menulis.

 Apa yang saya rasakan hari ini ketika saya menulis tulisan ini, sungguh luar biasa. Saya salut kepada para penulis yang telah menghadirkan banyak karya. Karena ternyata menulis itu tidak mudah apalagi bagi saya seorang ibu rumah tangga dengan dua anak. Ketika menulis tulisan ini pun banyak sekali gangguan dari anak-anak saya sehingga mengganggu konsentrasi saya untuk menulis. Beberapa saat harus saya hentikan dulu, kemudian dilanjut lagi. Begitulah yang saya alami ketika saya menulis tulisan ini. Tetapi saya tak akan menyerah, apapun yang akan terjadi saya siap menghadapi demi terwujudnya impian saya untuk menjadi penulis.

 Tulisan saya yang pertama ini masih jauh dari sempurna karena tanpa mengikuti kaidah penulisan yang baik dan benar. Saya hanya mengikuti apa yang dipikirkan saja, jadi kata-kata mengalir dengan sendirinya. Ternyata memang ada sensasi yang luar biasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata ketika menulis. Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran yang membangun untuk saya ke depannya.

 Terakhir, saya berharap ALLAH mendengar permohonan dan keinginan saya ini sehingga langkah saya untuk menjadi penulis selalu diberikan kelancaran. Aamiin. Yaa Rabbal Aa'lamiin...